TUO NIFARO, ASET DAERAH YANG TERABAIKAN

Pulau Nias dikenal sebagai pulau yang memiliki pariwisata dan budaya yang menarik. Bicara wisata, ini tidak terlepas dari rumah adat, keindahan pantai, gelombang laut, dan megalit-megalit yang khas dan unik. Dari sisi budaya, pulau yang sering dijadikan sebagai event surfing ini dikenal dengan tradisi lompat batu, tari baluse (perang), dan tari maena. Hal ini bukan berarti tidak menyimpan potensi pada sektor yang lain. Minuman tradisional, seperti Tuo Nifarö atau tuak suling adalah kekayaan yang jarang kita temukan di daerah lain sedangkan  dapat kita peroleh di beberapa kecamatan di pulau Nias, seperti di kecamatan Humene, kecamatan Gidö, kecamatan Hiliserangkai, dan kecamatan Ma’u. 
Secara umum tuak ada di beberapa daerah bahkan di negara lain. Seperti dikutip dari https://id.wikipedia.org/wiki/Tuak, di batak dikenal dengan  istilah nira atau tuak, di bali  dengan nama arak dan di sulawesi ballo .  di kongo di kenal malafu ya ngasi dan di meksiko " tuba". Minuman ini berasal dari cairan pohon enau atau aren, ada juga dari pohon siwalan atau tal, dan dari pohon kelapa. Kadar alkoholnya berbeda tergantung cara pembuatan. Begitu juga  di nias dikenal dengan sebutan  tuo nifarö Minuman ini dikenal dengan kadar alkohol yang cukup tinggi. Selain itu, memiliki warna yang jernih dan aroma yang khas.  tentu, ini karena telah melalui proses penyulingan.
Ciri khas minuman ini menyebabkan banyak yang tertarik untuk meminum. selain itu juga yang menggunakan sebagai obat. Kota-kota  di pulau Sumatera seperti, Medan, Sibolga, Padang cukup mengenal minuman khas Nias ini. Harganya berkisar Rp.50.000-Rp.75.000. Walaupun   mahal  tak menjadi kendala bagi peminatnya. Penulis berasumsi bahwa  di daerah lain hampir sama. Tentu, ini merupakan peluang yang sangat menjanjikan.
Peluang usaha tersebut bila direbut dan diusahakan dapat membawa kecerahan baru bagi sebagian perekonomian masyarakat. Kenapa tidak. Di beberapa kecamatan, penghasilan utama masyarakat adalah tuo nifaro. Aset daerah ini dapat mendongkrak perekonomian masyarakat setempat. Apa lagi seperti kita  rasakan harga komoditi karet telah turun drastis. harga merosot ke angka 5000-an/Kg. Jadi, bila tuo nifaro sudah bisa didistribusikan ke luar daerah maka dapat menjadi penghasilan alternatif untuk masyarakat bisa bertahan hidup. Namun, kenyataan masih jauh seperti yang harapkan, pendistribusian masih terbentur di sekitar Nias saja.  Akses  daerah lain tidak dilegalkan. Faktor tersebut bisa jadi turut mempengaruhi urbanisasi yang terus membludak di pulau Nias.

Lantas apa kendala
Sepintas dalam pikiran kadang bertanya, mengapa usaha ini tidak dapat berkembang? Mungkinkah alasan mutlaknya, karena  tuo nifarö tergolong minuman keras?  Atau karena dapat memabukkan  peminumnya? dan mungkin sudah merupakan konsumsi publik asumsi seperti ini. Alasan tersebut penulis rasa tidak demikian, karena sebagai perbandingan di pasaran juga tersebar minuman keras yang lain. selain itu, produk rokok yang terang-terangan dilarang, masih bisa dipasarkan. Kenapa itu bisa dan ini tidak. Jadi, menurut pandangan penulis  kita perlu membuka mindset agar bisa menjawab dan selanjutnya mengembangkan sumber daya alam yang ada. karena semestinya itulah salah satu peran yang kita emban. Menurut penulis, ada tiga kendala pokok sehingga usaha ini sulit dikembangkan.
Pertama, belum adanya penelitian tentang zat yang terkandung di dalam tuak ini. Pelaksanaan  uji laboratorium belum difasilitasi oleh pihak terkait. Hal ini menjelaskan bahwa maih minim perhatian pada usaha ini.  Oleh karena itu, merambas pada sulitnya pengurusan legalitas ke DPOM karena tidak ada dasar atau acuan yang bersifat ilmiah. Alhasil kalau sudah diteliti mungkin langkah pengurusan legalitas bisa menjadi mudah. 
Kedua, usaha ini belum dipandang sebagai pendukung icon pariwisata Nias sebagai daerah tujuan wisata. kita bisa berkaca dari daerah lain, contohnya saja, kalau kita ke medan pasti merujuk pada bika ambon, ke karo maka jeruk pasti banyak dijajakan di pinggir jalan. jadi tuo nifarö dapat juga menjadi jajanan yang khas kalau orang datang ke Nias. tentu hal ini setelah legalitasnya diperoleh. Konsep “minum tapi tak mabuk” dapat diterapkan. Pada labelnya dideskripsikan khasiatnya, takaran yang dianjurkan sehingga tidak menimbulkan masalah bagi peminumnya dan mungkin yang lainnya.  Selain itu,  secara tersirat kita telah mempromosikan pariwisata di Nias.  
Ketiga, belum diolah dengan sentuhan teknologi. Hal ini dapat kita amati pada proses persiapan, penyadaban dan penyulingan. Dari persiapan meliputi pemasangan tangga pada pohon aren, pembersihan ijuk, pemungkulan tongkol, penorehan ujung tongkol dan pemasangan tampungan di ujung tongkol hanya mngandalkan kekuatan manusia. Begitu juga pada proses penyadapan. Setiap kali mengambil getah aren penyoreh membawa jiregen yang berisi 6 liter ke atas pohon. Setelah itu, menyatukan pada jiregen yang 32 Liter yang telah disediakan di dasar pohon untuk di bawa ke pondok atau kukusan tempat penyulingan. Untuk menghidari agar tidak cepat basi hanya ditaruh kulit manis atau kulit pohon galikhe. Begitu juga pada penyulingan. Wadahnya dari drum minyak yang isi 600L yang bagian tengahnya telah dilubangi yang berdiameter sekitar 7cm. Pada lubang tersebut dipasang cerobong yang panjangnya sekitar 5M ke atas. Lalu samping ujungnya lagi dilobangi untuk disambung dengan bambu berukuran 8 Meter begitu juga ujungnya tersebut sampai tiga kali sambungan baru di ujungnya nanti ditampung tuak suling tersebut. Selain itu, untuk menyulingnya masih menggunakan bahan bakar dari kayu.  Biasanya menyuling nira yang satu drum untuk hasil tuak suling 60 botol bisa menghabiskan kayu satu kubik. Waktu yang digunakan untuk mengolah tuak suling ini berkisar 3-4 jam. Selain itu, pondoknya sangat sederhana dan rentan dengan kebakaran. Ini tak terlepas dari bentuknya hampir sama dengan pondok penyulingan nilam. Atapnya hanya terbuat dri daun rumbia dan tiangnya dari kayu dan bisa juga dari tale’anu.
Jadi, Persoalan tersebut perlu perhatian semua pihak terkait. Pengurusan legalitas produk sudah harus dipikirkan sekarang. Dengan diterbitkan legalitas, maka dapat  mendatangkan investor  sehingga diolah dengan sentuhan teknologi untuk menambah cita rasa.
Tulisan ini hanya berupa ide penulis terhadap pengembangan potensi sumber daya alam yang ada di pulau Nias khususnya tuo nifarö. Apa lagi minuman ini telah menjadi sebagai alat kesopanan dalam kegiatan adat di Nias. Menurut penulis tak ada salahnya apabila potensi ini dikembangkan. Pihak-pihak yang terkait dan merasa tersentuh dengan tulisan ini bisa mengambil langkah demi terobosan yang baru. Tujuannya tak lain adalah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Meningkatnya pendapatan masyarakat maka kesejahteraan akan terwujud.

No comments