TEORI PEMBELAJARAN KEDUA

TEORI PEMBELAJARAN BAHASA KEDUA

MAKALAH


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Akuisisi Bahasa yang diampu
oleh Liana Siburian, M.Pd.


Disusun Oleh


Exsa Ravida Aritonang          130920034
Melvianus Gulo                       130920035

PRODI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS
MEDAN
2015







PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis  panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat,  Rahmat, dan Karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Penulis juga  mengucapkan terima kasih kepada ibu Liana Siburian M.Pd., selaku dosen pengampu mata kuliah Akuisisi Bahasayang  telah membimbing penulis dalam pembuatan makalah ini.
            Makalah ini merupakan salah satu tugas mata Akuisisi Bahasa mengenai Teori Pembelajaran B2. Semoga makalah ini dapat digunakan sebagai tambahan referensi dalam melakukan proses pembelajaran,baik diperkuliahan maupun diluar perkuliahan.
            Penulis menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam penulisan makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.


                                                                                                                             

                                                                                          Medan,  20 Mei 2015
                                                                                    
                                                                                    

                                                                                                           








DAFTAR ISI
PENGANTAR........................................................................................         i
DAFTAR ISI..........................................................................................        ii
BAB I : PENDAHULUAN...................................................................        1
              1.1 Latar Belakang....................................................................        2
              1.2 Rumusan Masalah...............................................................        2
              1.3 Tujuan Penulisan Makalah..................................................        2
              1.4 Manfaat Penulisan Makalah................................................        2
BAB II : PEMBAHASAN.....................................................................        3
              2.1 Pengertian B2 Dan Proses Pmerolehannya.........................        3
              2.2 Pengertian Teori Pembelajaran B2......................................        9
              2.3 Jenis Pembelajaran B2.........................................................        9
              2.3.1 Teori Akulturasi...............................................................        9
              2.3.2 Teori Akomodasi..............................................................      10
              2.3.3 Teori Wacana...................................................................      10
              2.3.4 Teori Monitor...................................................................      11
              2.3.5 Teori KompetensiVariabel...............................................      11
              2.3.6 Teori Kompetensi Universal.............................................      12
              2.3.6 Teori Neurofungsional.....................................................      12
BAB III : PENUTUP
              3.1 Simpulan.............................................................................      13
              3.2 Saran...................................................................................      13
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................      14

             
             





BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Pengertian pemerolehan bahasa dan pembelajaran bahasa adalah berbeda. Pemerolehan mengacu pada kemampuan linguistik yang telah diinternalisasikan secara alami, yaitu tanpa disadari dan memusatkan pada bentuk-bentuk linguistik (baca:kata-kata). Pembelajaran, sebaliknya, dilakukan dengan sadar dan merupakan hasil situasi belajar formal. Konteks pemerolehan bersifat alami, sedangkan pembelajaran mengacu pada kondisi formal dan konteks terprogram. Seseorang belajar bahasa karena motivasi prestasi tetapi memperoleh bahasa karena motivasi komunikasi. Belajar bahasa dapat diukur pemerolehan sebaliknya. Kondisi pembelajaran tetap sebagai penutur tidak asli, dan pemerolehan dapat menyerupai penutur asli. Belajar bahasa ditekankan untuk menguasai kaidah dan pemerolehan untuk menguasai keterampilan berkomunikasi (lisan dan tertulis).
Usia 4-6 tahun, merupakan masa peka bagi anak. Anak mulai sensitif untuk menerima berbagi upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa 1- 2 tahun adalah masa terjadinya pematangan fungsi–fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulasi yang diberikan oleh lingkungan. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kamampuan fisik,kognitif, bahasa,sosial emosional, konsep diri, disiplin, kemandirian, seni moral,dan nilai-nilai agama. Oleh sebab itu dibutuhkan kondisi dan stimulasi yang sesuai dengan kebutuhan anak agar pertumbuhan dan perkembangan anak tercapai secara optimal.Salah satu aspek perkembangan anak usia dini yaitu aspek mencakup kemampuan membaca, menulis, menyimak, mendengar, berbicara dan berkomunikasi. Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam mempelajari semua bidang studi.
Hipotesis pemerolehan bahasa dan belajar bahasa adalah hipotesis yang menyatakan bahwa anak kecil dalam proses menguasai bahasa pertama terjadi secara ambang sadar dan bersifat alamiah . proses ini disebut pemerolehan . orang dewasa dalam proses menguasai bahasa kedua atau bahasa asing terjadi secara sadar  melalui bentuk – bentuk bahasa dan mewujudkan dalam bentuk verbal. Orang dewasa menguasai  bahasa melalui kaidah – kaidah formal bahasa. Proses ini disebut  belajar. Kesimpulanya bahwa proses penguasaan bahasa bagi orang dewasa berbeda dengan anak kecil.
Dalam pemerolehan bahasa kedua terdapat faktor dan strategi dalam pemerolehan dan penguasaannya. Kita dapat mengetahui bagaimana pemerolehan bahasa kedua dipelajari oleh seseorang dengan mengkaji lebih mendalam, bagamana proses pemerolehan bahasa kedua tersebut, dengan demikian kita dapat mengerti lebih mendalam mengenai pemerolehan bahasa kedua sehingga memberikan penjelasan yang dibutuhkan mengenai pemerolehan bahasa kedua. Sedikit akan diulas dalam makalah ini pembelajaran Bahasa kedua (B2).
           
1.2 Rumusan Masalah
1.    Apa yang dimaksud dengan Bahasa Kedua danBagaimana proses pemerolehannya?
2.    Apa yang dimaksud dengan teori pemerolehan Bahasa Kedua (B2) ?
3.    Apa saja teori-teori dalam pembeajaran Bahasa Kedua (B2) ?
1.3  Tujuan Penulisan Makalah
1.    Untuk memahami pengertian Bahasa Kedua (B2) dan proses pemerolehannya.
2.    Untuk memahami teori pemerolehan Bahasa Kedua (B2).
3.    Untuk memahami jenis-jenis teori pemerolehan Bahasa Kedua (B2).
1.4  Manfaat Penulisan Makalah
1.    Dapat digunakan sebagai bahan ajar khususnya mata kuliah Akuisisi Bahasa.
2.    Dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam pembuatan makalah berikutnya.
3.    Dapat menambah pengetahuan pembaca dalam mengetahui Bahasa Kedua anak.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1    Pengertian Bahasa Kedua dan Proses Pemerolehannya
Bahasa kedua adalah bahasa yang diperoleh anak setelah mereka memperoleh bahasa pertama. Pemerolehan bahasa kedua adalah rentang bertahap yang dimulai dari menguasai bahasa pertama (B1) ditambaha sedikit mengetahui bahasa kedua (B2), lalu penguasaan B2 meningkat secara bertahap, sampai akhirnya penguasaan B2 sama baiknya dengan B1. Pemerolehan bahasa kedua adalah proses seseorang belajar bahasa kedua disamping bahasa ibu, mereka mengacu pada aspek sadar dan bawah sadar dari masing-masing proses. Bahasa kedua atau B2 biasanya mengacu pada semua bahasa yang dipelajari setelah bahasa ibu mereka, yang juga disebut bahasa pertama, B1. Pemerolehan bahasa kedua diperoleh melalui proses orang dewasa yang belajar di kelas adalah pembelajaran secara formal di perbandingkan dengan bahasa permata secara alamiah.Sebagaimana proses kemampuan B1, kemampuan B2 pun untuk mendapatkan kompetensi semantik, kompetensi sintaksis, dan kompetensi fonologi. Hal itu disebabkan oleh kenyataan bahwa ketiga kompetensi tersebut merupakan subtansi dari kompetensi linguistik. Untuk dapat berbahasa (B1 atau B2) dengan baik, seseorang harus menguasai tiga kompetensi tersebut.  Jadi, dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan subtansi antara proses yang terjadi pada kemampuan B 1 dan B2.
Proses penguasaan B2 mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1)      Proses belajar bahasa secara sengaja.
2)      Berlangsung setalah terdidik berada di sekolah.
3)      Lingkungan sekolah sangat menentukan.
4)      Motivasi si terdidik tidak sekuat saat memppelajari bahasa pertama.
5)      Waktunya terbatas.
6)      Si terdidik tidak mempunyai banyak waktu untuk mempraktekkan bahasa yang dipelajari.
7)      Bahasa pertama mempengaruhi proses belajar bahasa kedua.
8)      Umur kritis mempelajari bahasa kedua kadang-kadang telah lewat, sehingga proses belajar bahasa kedua berlangsung lama.
9)      Dan disediakan alat bantu belajar.


Tarigan (1988:125-126) mengacu pada La Foge (1983) mengatakan bahwa terdapat tiga ciri proses pembelajaran bahasa kedua;
1)          pembelajaran bahasa adalah manusia, karenannya pembelajaran bahasa terjadi dalam interaksi social antar individu (guru, siswa) yang di dalamnya berlaku hokum-hukum social,
2)          pembelajaran berlangsung dalam interaksi yang dinamis, berarti bahwa pembelajar tumbuh dan berkembang menuju ke “kedewasaan ber-B211, sehingga dalam proses ini pengajar diharapkan memberikan segala pengalamannya untuk membantu pembelajar,
3)          pembelajaran berlangsung dalam suasana reponsif. Artinya, proses pembelajaran merupakan kesempatan besar bagi pembelajar untuk melakukan respon. Pancingan dapat diberikan oleh pengajar atau sesama pembelajar.
Ada beberapsa faktor yang mempengaruhi penguasaan bahasa kedua
1.      Faktor Motivasi
Dalam pembelajaran bahasa kedua menyatakan bahwa orang yang didalam didrinya ada keinginan, dorongan, atau tujuan yang ingin dicapai dalam belajar bahasa kedua cenderung akan lebih berhasil disbanding dengan orang yang belajar tanpa dilandasi oleh suatu dorongan, tujuan dan motivasi itu. Lambert dan Gardner (1972), Brown (1980), dan Ellias (1986), juga mendukung pernyataan bahwa belajar bahasa akan lebih behasil bila dalam diri pembelajar ada motivasi tertentu.
Beberapa pakar pembelajaran bahasa kedua telah mengemukakan apa yang dimaksud dengan motivasi. Coffer (1964) misalnya menyataka bahwa motivasi adalah dorongan, hasrat, kemauan, alasan, atau tujuan yang mengerakkan orang untuk melakukan sesuatu. Pakar lain, Brown (1981) menyatakan bahwa motivasi adalah dorongan dari dalam, dorongan sesaat, emosi atau keinginan yang mengerakkan seseorang untuk berbuat sesuatu. Sedangakan Lambert (1972) menyatakan bahawa motivasi adalah alasan untuk mencapai tujuan secara keseluruhan. Jadi motivasi dalam pembelajaran bahasa berupa dorongan yang datang dari dalam diri pembelajar yang menyebabkan pembelajaran memiliki keinginan yang kuat untuk mempelajari suatu bahasa kedua.
Dalam kaitannya dalam pemebalajaran bahasa kedua, yaitu: 1) fungsi integrative dan 2) fungsi instrumental. Motivasi berfungsi integrative kalau motivasi itu mendorong seseorang untuk mempelajari suatu bahasa karena adanya keinginan untuk berkomunikasi dengan masyarakat penutur bahasa itu atau menjadi anggota masyarakat bahasa penutur. Sedangkan motivasi berfungsi instrumental adalah kalau motivasi itu mendorong seseorang untuk memiliki kemauan untuk mempelajari bahas kedua itu karena tujuan yang bermanfaat atau karena  dorongan ingin memperoleh suatu pekerjaan atau mobilitas sosial atas masyarakat tersebut (Dadner dan Lambert, 1972:3).

2.      Faktor Usia
Ada anggapan umum dalam pembelajaran bahasa kedua bahwa anak-anak lebih baik dan lebih berhasil dalam pembelajaran bahasa kedua dibanding dengan orang dewasa (Bambang Djunaidi, 1990). Anak-anak tampaknya lebih mudah dalam memperoleh bahasa baru, sedangkan orang dewasa tampaknya mendapat kesulitan dalam memperoleh tingakat kemahiran bahasa kedua. Anggapan ini telah mengarahkan adanya hipotesis mengenai usia kritis atau periode kritis (Lenneberg, 1967; Oyama, 1976) untuk belajar bahasa kedua.


Namun, hasil penelitan mengenai faktor usia dalam pembelajaran bahasa kedua menunjukkan hal berikut.
1)      Dalam hal urutan pemerolehan tampaknya faktor usia tidak terllalu berperan sebab urutan pemerolehan oleh anak-anak dan orang dewasa sama saja (Fathman, 1975; Duly, Burt, dan Kreshen, 1982).
2)      Dalam hal kecepatan dan keberhasilan belajara bahasa kedua, dapat disimpulkan: a) anak-anak lebih berhasil daripada orang dewasa dalam pemerolehan system fonologi atau pelafalan; bahkan banyak diantara mereka yang mencapai pelafalan seperti penutur asli; b) orang dewasa tampaknya maju lebih cepat daripada kanak-kanak dalam bidang morfologi dan sintaksis, paling tidak pada pemulaan masa belajar; c) kanak-kanak lebih berhasil daripada orang dewasa, tetapi tidak selalu lebih cepat (‘Oyama, 1976; Dulay, Burt, dan Krashen, 1982; Asher dan Gracia, 1969).
Dari hasil penelitian tersebut disimpulkan bahwa faktor umur yang tidak dipisahkan dari faktor lain adalah faktor yang berpengaruh dalam pembelajaran bahasa kedua. Perbedaan umur mempengaruhi kecepatan dan keberhasilan belajar bahasa kedua pada aspek fonologi, morfologi dan sintaksis tetapi tidak berpengaruh dalam pemerolehan urutannya.

3.      Faktor Penyajian Formal
Pembelajaran atau penyajian bahasa secara formal tentu memiliki pengaruh terhadap kecepatan dan kebehasilan dalam meperoleh bahasa kedua karena disebabkan beberapa faktor dan variable yang disediakan dengan sengaja. Demikian juga keadaan lingkungan pembelajaran bahasa kedua secara formal, di dalam kelas, sangat berbeda dengan lingkungan pembelajaran bahasa kedua secara narutalistik atau alamiah.
4.      Faktor Bahasa Pertama
Para pakar pembelajaran bahasa kedua pada umumnyapercaya bahwa bahasa pertama mempunyai pengaruh terhadap proses penguasaan bahasa kedua pembelajar (Ellis, 1986: 19).  Sedangkan bahasa pertama ini telah lama dianggap menjadi penggagu di dalam proses pembelajaran bahasa kedua. Hal ini karena biasanya terjadi seorang pembelajar secara tidak sadar atau tidak melakukan transfer unsur-unsur bahasa pertamanya ketika menggunakan bahasa kedua (Dulay, dkk., 1982:96). Akibatnya terjadilah yang disebut interfensi, ahli kode, campur kode, atau juga kekhilafan (error).
5.      Faktor Lingkungan
Dulay (1985:14) menerangkan bahwa kualitas lingkungan bahasa sangat penting bagi seseorang pembelajar untuk dapat berhasil dalam mempelajari bahasa baru (bahasa kedua). Yang dimaksud dengan lingkungan bahasa adalah segala hal yang didengar dan dilihat oleh pembelajara sehubungan bahasa kedua yang sedang dipelajari (Tjohjono, 1990). Yang termasuk dalam lingkungan bahasa adalah situasi di restoran atau di toko, percakapan dengan kawan-kawan, ketika menonton televise, saat membaca koran, dalam proses belajar-mengajar di dalam kelas, dan sebagainya. Kualitas lingkungan bahasa ini merupakan suatu yang penting bagi pembelajar untuk memperoleh keberhasilan dalam mempelajari bahasa kedua (Dulay, 1982: 13).
Dalam hal ini, Krashen, 1981: 40) membagi lingkunagn bahasa atas (a) lingkungan formal seperti di kelas dalam proses belajar-mengajar, dan bersifat artifisial; dan (b) lingkungan informal atau natural/alamiah.
1)      Pengaruh Lingkungan Formal
Lingkungan formal adalah salah satu lingkunagn dalam belajar yang mengfokuskan pada penguasaan kaidah-kaidah bahasa yang sedang dipelajari secara sadar (Dulay, 1985:19; Ellis, 1986:297). Sehubungan dengan ini, Krashen (1983:36) menyatakan bahawa lingkungan formal bahasa ini meiliki cirri atas: a) bersifat artificial, b) merupakan bagian dari keseluruhan pengajaran bahasa di sekolah atau di kelas, dan c) di dalamnya pembelajar diarahkan untuk melakuakan kativitas bahasa yang menampilkan kaidah-kaidah bahasa yang telah dipelajarinya, dan diberikannya balikan oleh guru dalam bentuk koreksi terhadaop kesalahan yang dilakukan oleh pembelajar.
Masalah kita sekarang adalah lingkungan formal itu berpangaruh dalam bidang apa? Ellis (1986: 217) mengatakan lingkungan formal dapat dilihat pengaruhnya pada dua aspek dalam proses pembelajaran bahasa kedua, yaitu 1) pada urutan pemerolehan bahasa kedua, dan 2) kecepatan atau keberhasilan dalam menguasai bahasa kedua.
2)      Pengaruh Lingkungan Informal
Lingkungan informal bersifat alami atau natural, tidak dibuat-buat. Yang termasuk lingkungan informal antara lain bahasa yang digunakan kawan-kawan sebaya, bahasa pengasuh atau orang tua, bahasa yang digunakan anggota kelompok etnis pembelajar, yang digunakan media massa, bahasa para guru, baik di kelas maupun di luar kelas. Secara umum dapat dikatakan lingkungan ini sangat berpengaruh terhadap hasil belajar bahasa kedua para pembelajar.
Dalam pembicaraan mengenai pembelajaran bahasa kedua di atas belum disinggung adanya perbedaan antara yang berlangsung dalam lingkungan formal dan yang berlangsung dalam lingkungan informal. Dalam lingkungan formal kemampuan yang diharapkan adalah penguasaan ragam bahasa formal atau bahasa baku untuk digunakan dalam situasi dan keperluan formal. Sedangkan dalam lingkungan informal yang diharapkan adalah kemampuan atau penguasaan akan ragam bahasa informal untuk digunakan dalam situasi atau keperluan informal. Jikalau dalam kenyataannya kemampuan bahasa informal lebih dikuasai dari kemampuan berbahasa ragam formal, itu adalah karena kesempatan untuk berbahasa ragam informal jauh lebih luas daripada kesempatan untuk berbahasa formal.

Menurut Baradja (1994:3-12) terdapat enam faktor yang perlu diperhatikan secara cermat, yaitu (1) tujuan,(2) pembelajar, (3) pengajar, (4) bahan, (5) metode, dan (6) faktor lingkungan. Meski demikin, faktor tujuan, pembelajar, dan pengajar merupakan tiga faktor utama dari ketiga faktor ini kemampuan B2 mengkonsentrasikan diri pada hal-hal yang menyangkut pembelajar dan proses pembelajar.
                                                                                
2.2    Pengertian Teori Pembelajaran Bahasa Kedua
Teori Pemerolehan Bahasa Kedua Bahasa kedua dapat didefinisikan berdasarkan urutan, yakni bahasa yang diperoleh atau dipelajari setelah anak menguasai bahasa pertama (B1) atau bahasa ibu. Pemerolehan bahasa, sebagaimana pembelajaran bahasa, pun dapat dilihat dari beberapa teori, yakni teori akulturasi, teori akomodasi, teori wacana, teori monitor, teori kompetensi teori hipotesis universal, dan teori neurofungsional.
2.3  Jenis Teori Pembelajaran Bahasa Kedua
2.3.1 Teori Akulturasi
Teori Akulturasi adalah proses penyesuaian diri terhadap kebudayaan yang baru (Brown, 1987:129). Teori ini memandang bahasa sebagai ekspresi budaya yang paling nyata dan dapat diamati dan bahwa proses pemerolehan baru akan terlihat dari cara saling memandang antara masyarakat B1 dan masyarakat B2. Walaupun mungkin tidak begitu tepat, teori ini dapat dipergunakan untuk menjelaskan bahwa proses pemerolehan B2 telah dimulai ketika anak mulai dapat menyesuaikan dirinya terhadap kebudayaan B2, seperti penggunakan kata sapaan, nada suara, pilihan kata, dan aturan-aturan yang lain. Dalam teori ini, jarak sosial dan jarak psikologis anak sangat menentukan keberhasilan pemerolehan. Beradaptasi dari teori Schumann, akulturasi akan berada pada situasi yang baik, jika
1.      Anak berada pada masyarakat tutur yang memiliki tingkat sosial sama;
2.      Anak didorong untuk berakulturasi dengan budaya bahasa Jawa Krama;
3.      Budaya B1 tidak terlalu mendominasi
4.      Masyarakat tutur B1 dan B2 saling memiliki sikap positif (Bahasa Indonesia demokratis dan bahasa Jawa Krama sopan).
 Adapun faktor psikologis yang harus dijaga adalah :
1.      anak tidak mengalami goncangan bahasa, seperti ragu-ragu atau bingung;
2.      anak tidak mengalami kemunduran motivasi;

2.3.2 Teori Akomodasi
Teori Akomodasi memandang B1 dan B2 (Indonesia dan Jawa Krama), misalnya, sebagai dua kelompok yang berbeda. Teori ini berusaha menjelaskan bahwa hubungan antara dua kelompok itu dinamis. Oleh karena itu, dengan beranalogi pada tesis Ball dan Giles (1982) pemerolehan bahasa Jawa Krama akan berhasil jika :
1.      anak didorong untuk beranggapan dan menyadari bahwa dirinya adalah bagian dari masyarakat tutur bahasa Jawa;
2.      anak dapat menempatkan diri sesuai dengan bahasa yang digunakannya;
3.      anak tidak terlalu mengagung-agungkan B1nya;
4.      anak tidak terlalu memandang kelas sosial
Dalam teori ini, motivasi memegang peran yang sangat penting. Dengan motivasi, pajanan informal akan lebih diserap dan diperhatikan anak. Untuk itu, guru dan orang tua perlu berbicara dalam bahasa Jawa Krama ketika bertemu, terutama apabila anak hadir di situ dan dilibatkan dalam pembicaraan.
2.2.3         Teori Wacana
Teori ini sangat sesuai untuk diterapkan dalam konteks pembicaraan ini. Dilihat dari segi bagaimana cara anak menemukan makna potensial bahasa melalui keikutsertaannya dalam komunikasi. Cherry (via Ellis, 1986:259) menekankan pentingnya komunikasi sebagai upaya pengembangan kaidah struktur bahasa. Teori ini, menurut Hatch (via Ellis, 1986:259-260), mempunyai prinsip-prinsip yang dapat dianalogikan sebagai berikut.
1.    pemerolehan B2 akan mengikuti urutan alamiah (mula-mula anak menggunakan 1 kata, kemudian 2, 3, dan seterusnya)
2.    orang tua atau guru akan menyesuaikan tuturannya untuk menyatukan makna dengan anak;
3.    strategi percakapan menggunakan makna dan bentuk yang dinegosiasikan”.

2.2.4. Teori Monitor
Teori dari Krashen (1977) ini memandang pemerolehan bahasa sebagai proses konstruktif kreatif. Monitor adalah alat yang digunakan anak untuk menyunting performansi (penampilan verbal) berbahasanya. Monitor ini bekerja menggunakan kompetensi yang”dipelajari”. Teori monitor memiliki lima hipotesis, yakni: (1) hipotesis pemerolehan-pembelajaran (anak kecil cenderung ke pemerolehan) (2) hipotesis urutan alamiah (B2 cenderung menekankan unsur struktur gramatika) Pemerolehan struktur gramatika anak dapat diramalkan. (3) Hipotesis monitor (anak cenderung menggunakan alat (monitor) untuk mengedit kemampuan berbahasanya. Dengan monitor, anak memodifikasi ujaran dari kompetensinya, seperti “seganipun wonten pundi, Bu?”. Proses memonitor terjadi sebelum dan sesudah tuturan berlangsung. Pengoperasian monitor ditentukan oleh kecukupan waktu, fokus bentuk-makna, pengetahuan kaidah. (4) Hipotesis masukan (anak memperoleh bahasa bukan melalui pelatihan melainkan dengan menjajagi makna, baru kemudian memperoleh struktur. (5) Hipotesis saringan afektif (sikap memegang peran penting). Saringan akan terbuka jika anak punya sikap yang benar dan guru berhasil menciptakan atmosfir kelas yang bebas dari perasaan cemas.
2.2.5 Teori Kompetensi Variabel
Teori ini melihat bahwa pemerolehan B2 dapat direfleksikan dan bagaimana bahasa itu digunakan. Produk bahasa terdiri atas produk terencana (seperti menirukan cerita atau dialog) dan tidak terencana (seperti percakapan sehari-hari). Model kompetensi variabel mengemukakan prinsip-prinsip sebagai berikut.
1.             Anak memiliki alat penyimpanan yang berisi bahasantara. Penyimpanan ini akan aktif jika diekploitasi untuk berlatih;
2.             Anak memiliki kemampuan untuk menggunakan bahasa, yang berbentuk proses wacana primer (penyederhanaan semantik : dhahar = makan), wacana sekunder (penyuntingan performansi bahasa), proses kognitif (penyusunan, perbandingan, dan pengurangan unsur)
3.             Tampilan berbahasa anak adalah proses primer dalam perkembangan wacana yang tidak terencana atau proses sekunder dari wacana terencana;
4.             Perkembangan pemerolehan adalah akibat pemerolehan kaidah baru dan pengaktifan kaidah-kaidah itu.
2.2.6. Teori Hipotesis Universal
Teori ini berkeyakinan bahwa terdapat kesemestaan linguistik yang menentukan jalannya pemerolehan B2. Kesemestaan itu adalah :
1.             Kendala berbahasa diambil alih oleh bahasantara;
2.             Anak lebih mudah memperoleh pola-pola yang sesuai dengan kesemestaan linguistik daripada yang tidak.
3.             Kesemestaan linguistik yang dimanifestasikan oleh B1 dapat membantu pengembangan bahasa melalui transfer;
2.2.7 Teori Neurofungsional
Pemerolehan bahasa berkaitan erat dengan sistem syaraf, terutama area Broca (area ekspresif verbal) dan Wernicke (area komprehensi). Meskipun demikian, area asosiasi, visualisasi, dan nada tuturan juga berperan. Dengan demikian, pemerolehan bahasa sebenarnya juga melibatkan otak kanak dan kiri.







BAB III
PENUTUP

4.1    SIMPULAN
Bahasa kedua adalah bahasa yang diperoleh anak setelah mereka memperoleh bahasa pertama. Pemerolehan bahasa kedua adalah rentang bertahap yang dimulai dari menguasai bahasa pertama (B1).
Teori Pemerolehan Bahasa Kedua Bahasa kedua dapat didefinisikan berdasarkan urutan, yakni bahasa yang diperoleh atau dipelajari setelah anak menguasai bahasa pertama (B1) atau bahasa ibu. Pemerolehan bahasa, sebagaimana pembelajaran bahasa, pun dapat dilihat dari beberapa teori, yakni teori akulturasi, teori akomodasi, teori wacana, teori monitor, teori kompetensi teori hipotesis universal, dan teori neurofungsional.

4.2    SARAN
Sebagai mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia kita harus  memahami pemerolehan bahasa pertama dan bahasa kedua karena dari situlah kita mengetahui bagaimana anak – anak memperoleh bahasa dan faktor apa yang mendorong seseorang mempelajari bahasa kedua.












DAFTAR PUSTAKA
Hasibuan asnita,dkk.2015.Akuisisi Bahasa.FKIP Unika:Medan.
Daulay syahnan.2010. Pemerolehan dan  Pembelajaran Bahasa.citapustaka media perintis:Medan.






1 comment: