Nilai Positif di Balik Jujuran yang Tinggi Di Nias
Pulau nias sebagai sebuah pulau yang adatnya masih terjaga. Dalam kehidupan bersosial banyak tata cara yang harus dipenuhi dan dipatuhi oleh masyarakat. Seperti halnya dengan pendirian rumah baru, acara penamai anak lahir, acara kematian orang, proses pernikahan dan lainnya, punya aturan dan syarat yang harus dipatuhi dan dipenuhi. Dalam hal pernikahan salah satu yang dikenal adalah bowo atau jujuran yang sangat besar. Bowo merupakan mahar yang harus dibayar oleh pihak mempelai laki-laki kepada pihak mempelai perempuan sebelum mengadakan pernikahan. Bowo tersebut biasanya dalam bentuk uang, emas, perak, beras dan babi. bowo tersebut hasil kesepakatan kedua belah pihak.
Selama ini pandangan orang terhadap bowo di pulau nias terkesan negatif. Hal ini disebabkan karena bowo sangat besar. Dan kenyatannya pun memang begitu. Besarnya pun
bervariasi tergantung kelas sosial dan pendidikan mempelai. Bowo yang disediakan pihak laki-laki
bisa puluhan juta sampai ratusan juta. Keadaan
ini hanya akan membuat mempelai nantinya akan menjadi miskin dan terbelunggu
dengan utang. Orangtua tidak dapat menafkahi anaknya apa lagi membuat hidup
mereka damai dan sejahtera. Selain itu, akhir-akhir ini ada yang menjadikan
sebagai patokan ketertinggalan masyarakat nias. hal itu bisa dibilang sah-sah
saja, tetapi pernahkah kita bertanya atau mencoba memahami nilai positif dari bowo tersebut?
Pernyaatan di atas tidak secara mutlak
dibenarkan. Saya katakan seperti itu
bukan tanpa alasan. Sepengetahuan penulis banyak juga keluarga yang mengadakan
pesta adat pernikahan di nias dengan biaya-biaya sampai ratusan juta tetapi
hidupnya bukan menjadi miskin malahan terus berkembang atau teberkati. Mungkin
ada nilai tersembunyi dari bowo tersebut.
Inilah yang coba saya sampaikan lewat tulisan berikut ini. Ini hanya berupa
pandangan penulis saja.
Pertama, bowo yang besar itu menandakan bahwa pernikahan (falowa) itu
merupakan acara yang sangat mulia (owasa) di pulau nias. Artinya, pelksanaan falowa banyak proses yang harus dilalui. Pengambilan
keputusan untuk berkeluarga harus dengan bertanggung jawab. Orang-orang yang
datang di pesta tersebut jumlahnya tidak sedikit mulai dari keluarga, famili,
atau warga desa kedua mempelai turut menyaksikan.
Kedua,
bowo yang besar itu menunjukkan ekstensi
seorang perempuan di pulau nias sangat dijunjung tinggi. Harga diri seorang
perempuan di nias bagai emas artinya sangat mahal. Hal ini juga didukung dengan
gerakan tari maena yang para penari
laki-laki mengelilingi perempuan yang menari biasanya tari moyo. Fakta lainnya pengantin perempuan itu saat di bawa ke
rumah pihak laki-laki harus laonoro atau
diangkat. dia ditaroh di kursi yang ada penyandang, sandaran dan biasanya berwarna
merah yang telah buat bea-bea yang
terbuat dari bambu sehingga bisa diangkat oleh empat orang. Selain itu, telah
dipasang payung sehingga terlihat seperti ratu. Dengan gambaran ini seorang yang ingin mempersunting seorang perempuan,
dia harus bekerja keras untuk
menyediakan segala sessuatu yang dibutuhkan.
Ketiga,
pertanda rasa kesopanan yang tinggi dari menantu laki-laki yang dinyatakan
dalam pemberian bowo kepada mbambato atau mertua, talifuso atau famili, sibaya atau paman, satua mbanua atau tokoh adat, dan semua yang bertalian dengan hal
itu. Ini diperlukan agar semakin erat rasa kekeluargaan. Secara tersirat juga
menanamkan nilai etika kepada menantu laki-laki agar tetap mengingat
petuah-petuah dan janji pernikahan. Bowo yang
telah diterima bisa dijadikan saksi atau alasan untuk mendoakan.
Keempat,
berupa yang mendukung tidak terjadinya perceraian atau perselingkuhan. Karena
menghabiskan biaya yang banyak maka
membuat mereka mencintai pasangannya. Walau kadang ada kesalahpahaman, tetapi
tidak sampai terjadi perceraian. Tidak mudah putus asa dan bisa menghemat
pendapatan keluarga.
Ooooooo......
ReplyDeletebulat,,,,,,,,,,,,
ReplyDelete